Minggu, 07 Juni 2015

Menyusun Kerangka Berpikir



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
         Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang dimaksudkan untuk mengembangkan dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan. Sebuah kegiatan ilmiah mengandung tiga persyaratan yakni: dilakukan bertujuan, terencana dan sistematis. Setiap penelitian ilmiah, baik penelitian kuantitatif maupun penelitian kualitatif, peneliti harus melakukan dua tahap yang tak bisa dilewatkan yaitu tahap proses teorisasi dan proses empirisasi.
         Tahap proses teorisasi adalah sebuah proses penyusunan kerangka teoritik yang akan digunakan sebagai petunjuk, pedoman atau kompas dalam membedah fenomena dan dalam melakukan penelitian selanjutnya. Sedangkan tahap empirisasi adalah sebuah kegiatan dalam menumpulkan data empiris yang terkait dengan menggunakan metodelogi penelitian yang sesuai dengan kerangka teoritik yang digunakan.
         Kedua proses ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain, sebab tahapan yang pertama akan digunakan sebagai pijakan pada tahapan yhang kedua. Maka dari itu, teori sering disebut sebagai pisau bedah fenomena dan sekaligus sebagai pisau analisis data dalam rangka kontruksi teori baru temuannya. Tajam tidaknya pisau tersebut, sangat tergantung pada penguasaan kerangka teoritik terkait penelitian yang dipilihnya.
         Berbekal dengan kerangka yang disusunnya, peneliti akan bisa menentukan fokus peneltian, membatasi scope, luas wilayah dan konsep serta proposisi yang terkait dengan aspek-aspek apa saja yang akan diteliti dari fenomena garapannya.
         Dalam pembahasan kali ini pemakalah akan mencoba membahas dan mencari pemahaman terkait dengan penyususnan kerangka berpikir yang sangat perlu dan penting dilakukan oleh penelti, agar penelitian itu bisa sistematis dan fokus terhadap penelitian yang akan ditelitinya. Karena penyusunan kerangka berpikir termasuk bagian penting dari sebuah penelitian.

         Rumusan Masalah
         Sesuai dengan deskripsi singkat dalam latar belakang di atas, dapat ditarik beberapa rumusan masalah dalam makalah ini sebagaimana berikut:
1.      Apa pengertian kerangka berpikir?
2.      Bagaimana menyusun kerangka berpikir?

1.2  Tujuan Masalah
         Sesuai dengan rumusan masalah yang tersebut di atas, maka tujuan dalam makalah ini adalah :
1.      Mengetahui pengertian kerangka berpikir
2.      Mengetahui penyusunan kerangka berpikir




BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Kerangka Berpikir
Setiap penelitian selalu menggunakan teori. Definisi teori adalah satu perangkat saling berhubungan antar konsep, konstruk, definisi atau proposisi (pernyataan) yang menyajikan gambaran secara sistematis dengan mengkhususkan hubungan antara variabel yang bertujuan untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena.[1]
Karena tujuan dari penggunaan teori itu sendiri untuk dijadikan landasan perlunya ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh dan bukan sekedar perbuatan coba-coba (trial and error). Adanya landasan teori tersebut merupakan ciri bahwa penelitian itu merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data. Menurut J. Supranto dalam bukunya Metode Ramalan Kuantitatif data adalah sesuatu yang diketahui atau dianggap, dalam bahasa inggris dibedakan datum sebagai tunggal dan data sebagai jamak. Disamping  penggunaan teori itu penting, ada juga hal perlu dilakukan oleh peneliti yaitu menyusun kerangka berfikir.
Kerangka berpikir adalah alur berpikir yang disusun secara singkat untuk menjelaskan bagaimana sebuah penelitian dilakukan dari awal, proses pelaksanaan, hingga akhir. Selanjutnya Uma Sekaran dalam bukunya Business Reseacrch (1992) mengemukakan bahwa, kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaiamana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.[2]
Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar variabel independen (bebas) dan dependen (terikat). Bila dalam penelitian ada variabel moderator (mermperkuat dan memperlemah) dan intervening/variabel penyela, maka juga perlu dijelaskan, mengapa variabel itu ikut dilibatkan dalam penelitian. Pertautan antar variabel tersebut, selanjutnya dirumuskan ke dalam bentuk paradigma penelitian. Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan pada kerangka berpikir.[3]
Kerangka berpikir dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila dalam penelitian tersebut berkenaan dua variabel atau lebih. Apabila penelitian hanya membahas sebuah variabel atau lebih secara mandiri, maka yang dilakukan peneliti disamping mengemukakan deskripsi teoritis untuk masing-masing variabel, juga argumentasi terhadap variasi besaran variabel yang diteliti.
Penelitian yang berkenaan dengan dua variabel atau lebih, biasanya dirumuskan hipotesis yang berbentuk komparasi maupun hubungan. Oleh karena itu dalam rangka menyusun hipotesis penelitian yang berbentuk hubungan maupun komparasi, maka perlu dikemukakan kerangka berpikir.
Seorang peneliti harus menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar bagi argumentasi dalam menyusun kerangka pemikiran yang membuahkan hipotesis. Kerangka pemikiran ini merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi obyek permasalahan. Kriteria utama agar suatu kerangka pemikiran bisa meyakinkan sesama ilmuan, adalah alur-alur pikiran yang logis dalam membangun suatu kerangka berpikir yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis. Jadi kerangka berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel yang diteliti.
Menurut Ali Muhidin Sambas dalam bukunya Panduan Praktis Memahami Penelitian di dalam menulis kerangka berpikir, ada tiga kerangka yang perlu dijelaskan, yakni: kerangka teoritis, kerangka konseptual, dan kerangka operasional. Kerangka teoritis atau paradigma adalah uraian yang menegaskan tentang teori apa yang dijadikan landasan (grand theory) yang akan digunakan untuk menjelaskan fenomena yang diteliti. Kerangka konseptual merupakan uraian yang menjelaskan konsep-konsep apa saja yang terkandung di dalam asumsi teoretis yang akan digunakan untuk mengabstraksikan (mengistilahkan) unsur-unsur yang terkandung di dalam fenomena yang akan diteliti dan bagaimana hubungan di antara konsep-konsep tersebut. Kerangka operasional adalah penjelasan tentang variabel-variabel apa saja yang diturunkan dari konsep-konsep terpilih tadi dan bagaimana hubungan di antara variabel-variabel tersebut, serta hal-hal apa saja yang dijadikan indikator untuk mengukur variabel-variabel yang bersangkutan.
Pada dasarnya esensi kerangka pemikiran berisi: (1) Alur jalan pikiran secara logis dalam menjawab masalah yang didasarkan pada landasan teoretik dan atau hasil penelitian yang relevan. (2) Kerangka logika (logical construct) yang mampu menunjukan dan menjelaskan masalah yang telah dirumuskan dalam kerangka teori. (3) Model penelitian yang dapat disajikan secara skematis dalam bentuk gambar atau model matematis yang menyatakan hubungan-hubungan variabel penelitian atau merupakan rangkuman dari kerangka pemikiran yang digambarkan dalam suatu model. Sehingga selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis.




Gambar: Proses penyusunan kerangka berpikir untuk merumuskan hipotesis.[4]
Variabel X
Membaca Buku & Hasil penelitian (HP)
Membaca Buku & Hasil penelitian (HP)
Membaca Buku & Hasil penelitian (HP)
Membaca Buku & Hasil penelitian (HP)
Variabel X
Deskripsi teori  & (HP)
Deskripsi teori  & (HP)
Deskripsi teori  & (HP)
Deskripsi teori  & (HP)
Analisis kritis thd teori & (HP)
Analisis kritis thd teori & (HP)
Analisis kritis thd teori & (HP)
Analisis kritis thd teori & (HP)
Analisis Komparatif thd teori & (HP)
Analisis Komparatif thd teori & (HP)
Analisis Komparatif thd teori & (HP)
Analisis Komparatif thd teori & (HP)
Sintesa/kesimpulan teori  & (HP)
Sintesa/kesimpulan teori  & (HP)
Kerangka Berpikir
Perumusan Hipotesis
 







 

2.2    Langkah Penyusunan Kerangka Berpikir
1.      Menetapkan variabel yang diteliti
Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau obyek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain (Hatch dan Farhady, 1981).
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka dapat dirumuskan disini bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut, sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Macam-macam variabel ada 5 yaitu: variabel independen, variabel dependen, variabel moderator, variabel intervening, dan variabel kontrol.
Untuk menentukan kelompok teori apa yang perlu dikemukakan dalam menyusun kerangka berpikir untuk pengajuan hipotesis, maka harus ditetapkan terlebih dahulu variabel penelitiannya. Berapa jumlah variabel yang diteliti, dan apakah nama setiap variabel, merupakan titik tolak untuk menentukan teori yang akan dikemukakan.
2.      Membaca Buku dan Hasil Penelitian (HP)
Setelah variabel ditentukan, maka langkah berikutnya adalah membaca buku-buku dan hasil penelitian yang relevan. Artinya relevan adalah buku-buku yang dibaca itu sesuai dengan penelitian yang ditelitinya. Buku-buku yang dibaca dapat berbentuk buku teks, ensiklopedia, dan kamus. Hasil penelitian yang dapat dibaca adalah, laporan penelitian, jurnal ilmiah, skripsi, tesis dan disertasi.
3.      Deskripsi teori dan HP
Dari buku dan hasil penelitian yang dibaca akan dapat dikemukakan teori-teori yang berkenaan dengan variabel yang diteliti, seperti yang telah dikemukakan, deskripsi teori berisi tentang, definisi terhadap masing-masing variabel yang diteliti, uraian rinci tentang ruang lingkup setiap variabel, dan kedudukan antara variabel satu dengan yang lain dalam konteks penelitian.
Deskripsi teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang teori (bukan sekedar pendapat pakar atau penulis buku) dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang diteliti. Deskripsi teori paling tidak berisi tentang penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti, melalui pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai referensi, sehingga ruang lingkup, kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar variabel yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan terarah.[5]
4.      Analisis Kritis terhadap Teori dan HP
Pada tahap ini peneliti melakukan analisis secara kritis terhadap teori-teori dan hasil penelitian yang telah dikemukaka. Dalam analisis ini peneliti akan mengkaji apakah teori-teori dan hasil penelitian yang telah ditetapkan itu betul-betul sesuai dengan obyek penelitian atau tidak, karena sering terjadi teori-teori yang berasal dari luar tidak sesuai untuk penelitian di dalam negeri.
Dari berbagai macam bacaan buku yang telah dibaca, perlu adanya analisis kritis, apalagi buku yang dibaca jurnal ilmiah internasional. Karena terkadang teori yang digunakan diluar negeri tidak sama persis dengan teori yang digunakan di dalam negeri. Sehingga perlu adanya analisis kritis terhadap teori yang dibaca.
5.      Analisis Komparatif terhadap Teori dan HP
Analisi komparatif dilakukan dengan cara membandingkan antara teori satu dengan teori yang lain, dan hasil penelitian satu dengan penelitian yang lain. Melalui analisis komparatif ini peneliti dapa memadukan antara teori satu dengan teori yang lain, atau mereduksi bila dipandang luas.
6.      Sintesa kesimpulan
Melalui analisis kritis dan komparatif terhadap teori-teori dan hasil penelitian yang relevan dengan semua variabel yang diteliti, selanjutnya peneliti dapat melakukan sintesa atau kesimpulan sementara. Perpaduan sintesa antara variabel satu dengan variabel yang lain akan menghasilkan kerangka berfikir yang selanjutnya dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis.
7.      Kerangka Berpikir
Setelah sintesa atau kesimpulan sementara dapat dirumuskan maka selanjutnya disusun kerangka berpikir. Kerangka berpikir yang dihasilkan dapat berupa kerangka berpikir yang asosiatif/huubungan maupun komparatif/perbandingan. Kerangka berpikir asosiatif dapat menggunakan kalimat: jika begini maka akan begitu; jika guru kompeten, maka hasil belajar akan tinggi. Jika kepemimpinan kepala sekolah baik, maka iklim sekolah akan baik. Jika kebijakan pendidikan dilaksanakan secara baik dan konsisten, maka kualitas SDM di Indonesia akan meningkat pada gradasi yang tinggi.
8.      Hipotesis
Hipotesis adalah gabungan dari “hipo” artinya “dibawah” dan “tesis” artinya “kebenaran”. Secara keseluruhan “hipotesis” berarti “dibawah kebenaran”, kebenaran yang masih berada dibawah (belum tentu benar) dan baru dapat diangkat menjadi suatu kebenaran jika memang telah disertai dengan bukti-bukti.[6]
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut selanjutnya disusun hipotesis. Bila kerangka berpikir berbunyi “jika guru kompeten, maka hasil belajar akan tinggi”, maka hipotesisnya berbunyi “ada hubungan yang positif dan signifikan antara kompetensi guru dengan hasil belajar” Bila kerangka berfikir berbunyi “karena lembaga pendidikan A menggunakan teknologi pembelajaran yang tinggi, maka kualitas hasil belajar akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan lembaga pendidikan B yang teknologi pembelajarannya rendah,” maka hipotesisnya berbunyi “terdapat perbedaan kualitas hasil belajar yang signifikan antara lembaga pendidikan A dan B, atau hasil belajar lembaga pendidikan A lebih tinggi bila dibandingkan dengan lembaga pendidikan B”.
Selanjutnya Uma Sekaran (1992) mengemukakan bahwa, kerangka berpikir yang baik, memuat hal-hal sebagai berikut:
1.      Variabel-variabel yang akan diteliti harus dijelaskan.
2.      Diskusi dalam kerangka berpikir harus dapat menunjukkan dan menjelaskan pertautan/hubungan antar variabel yang diteliti, dan ada teori yang mendasari.
3.      Diskusi juga harus dapat menunjukkan dan menjelaskan apakah hubungan antar variabel itu positif atau negatif, berbentuk simetris, kausala atau interaktif (timbal balik)
4.      Kerangka berpikir tersebut selanjutnya perlu dinyatakan dalam bentuk diagram (paradigma penelitian), sehingga pihak lain dapat memahami kerangka berpikir yang dikemukakan dalam peneltian.
Agar peneliti benar-benar dapat menyusun kerangka berpikir secara  ilmiah (memadukan antara asumsi teoretis dan asumsi logika dalam memunculkan variabel) dengan benar, maka peneliti harus intens dan eksten menelurusi literatur-literarur yang relevan serta melakukan kajian terhadap hasil penelitian-penelitian terdahulu yang relevan, sehingga uraian yang dibuatnya tidak semata-mata berdasarkan pada pertimbangan logika. Untuk itu, dalam menjelaskan kerangka teoretisnya, peneliti mesti merujuk pada literatur atau referensi serta laporan-laporan penelitian terdahulu. Selanjutnya secara sederhana penyusunan kerangka berpikir dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut:
1.       Menentukan  paradigma atau kerangka teoretis yang akan digunakan, kerangka konseptual dan kerangka operasional variabel yang akan diteliti.
2.       Memberikan penjelasan secara deduktif mengenai hubungan antarvariabel penelitian. Tahapan berpikir deduktif meliputi tiga hal yaitu: (a) Tahap penelaahan konsep (conceptioning), yaitu tahapan menyusun konsepsi-konsepsi (mencari konsep-konsep atau variabel dari proposisi yang telah ada, yang telah dinyatakan benar). (b) Tahap pertimbangan atau putusan (judgement), yaitu tahapan penyusunan ketentuan-ketentuan (mendukung atau menentukan masalah akibat pada konsep atau variabel dependen). (c) Tahapan penyimpulan (reasoning), yaitu pemikiran yang menyatakan hal-hal yang berlaku pada teori, berlaku pula bagi hal-hal yang khusus.
3.       Memberikan argumen teoritis mengenai hubungan antar variabel yang diteliti. Argumen teoritis dalam kerangka pemikiran merupakan sebuah upaya untuk memperoleh jawaban atas rumusan masalah. Dalam prakteknya, membuat argumen teoritis memerlukan kajian teoretis atau hasil-hasil penelitian yang relavan. Hal ini dilakukan sebagai petunjuk atau arah bagi pelaksanaan penelitian. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, oleh karena argumen teoritis sebagai upaya untuk memperoleh jawaban atas rumusan masalah, maka hasil dari argumen teoritis ini adalah sebuah jawaban sementara atas rumusan masalah penelitian. Sehingga pada akhirnya produk dari kerangka pemikiran adalah sebuah jawaban sementara atas rumusan masalah (hipotesis).
4.       Merumuskan model penelitian. Model adalah konstruksi kerangka pemikiran atau konstruksi kerangka teoretis yang diragakan dalam bentuk diagram dan atau persamaan-persamaan matematik tertentu. Esensinya menyatakan hipotesis penelitian. Sebagai suatu kontruksi kerangka pemikiran, suatu model akan menampilkan: (a) jumlah variabel yang diteliti, (b) prediksi tentang pola hubungan antar variabel, (c) dekomposisi hubungan antar variabel, dan (d) jumlah parameter yang diestimasi.





BAB III
PENUTUP
2.3              Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.      Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaiamana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting dan mempunyai kriteria utama agar suatu kerangka pemikiran bisa meyakinkan sesama ilmuan, adalah alur-alur pikiran yang logis dalam membangun suatu kerangka berpikir yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis.
2.      Penyusunan kerangka berpikir memiliki delapan langkah yaitu: menetapkan variabel yang diteliti, membaca buku dan hasil penelitian, deskripsi teori dan hasil penelitian, analisis kritis terhadap teori dan hasil penelitian, analisis komparatif terhadap teori dan hasil peneltian. Sintesa kesimpulan, kerangka berpikir dan hipotesis dan secara sederhana penyusunan kerangka berpikir adalah Menentukan  paradigma atau kerangka teoretis yang akan digunakan, Memberikan penjelasan secara deduktif mengenai hubungan antarvariabel penelitian, Memberikan argumen teoritis mengenai hubungan antar variabel yang diteliti, Merumuskan model penelitian.



[1] Prof. Drs. H. Moh. Kasiram, M.Sc, Strategi Penelitian Tesis Program Magister By Research (Malang: Program Pascasarjana, 2002), hlm 64
[2] Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&d (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm 91.
[3] Ibid, hlm 91
[4] Prof. Dr. Sugiyono, hlm 94
[5]  Prof. Dr. Sugiyono, hlm 89
[6] Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm 45.

Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Islam



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Lembaga pendidikan yang baik adalah lembaga pendidikan yang mampu mengimplementasikan visi dan misi pendidikan secara nyata (riil). Visi dan misi pendidikan tidak hanya sebagai slogan atau sebagai hiasan serta pajangan dinding sekolah saja tetapi memang benar-benar harus dijadikan landasan untuk membawa lembaga pendidikan itu ke arah perbaikan yang disertai  dengan adanya inovasi-inovasi didalamnya. Untuk mewujudkannya, visi dan misi lembaga pendidikan harus didukung dari peran aktif, tidak hanya kepala sekolah atau guru saja, tetapi semua warga sekolah
Sedangkan tujuan pendidikan merupakan komponen yang memiliki peran yang strategis bagi bangsa Indonesia dalam mewujudkan tujuan yang telah dirumuskan. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinia ke empat adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan usaha yang terencana dan terprogram dengan jelas dalam agenda pemerintahan yang berupa penyelenggaraan pendidikan.
Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang diberikan tugas untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional harus menjalankan perannya dengan baik. Dalam menjalankan peran sebagai lembaga pendidikan ini, sekolah harus dikelola dengan baik agar dapat mewujudkan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dengan optimal. Pengelolaan sekolah yang tidak profesional dapat menghambat proses pendidikan yang sedang berlangsung dan dapat menghambat langkah sekolah dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pendidian formal.
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik untuk membahas dan menggali lebih dalam pengetahuan tentang “perumusan visi, misi, dan tujuan pendidikan.


1.2  Rumusan Masalah
         Sesuai dengan deskripsi singkat dalam latar belakang di atas, dapat ditarik beberapa rumusan masalah dalam makalah ini sebagaimana berikut:
1.      Apa pengertian Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan?
2.      Bagaimana merumuskan Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan?

1.3  Tujuan Masalah
         Sesuai dengan rumusan masalah yang tersebut di atas, maka tujuan dalam makalah ini adalah :
1.      Mengetahui pengertian Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan
2.      Mengetahui cara merumuskan Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan




BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan
1.1  Pengertian Visi
Visi adalah gambaran realistis, rial dan menarik tentang masa depan perusahaan. Untuk mewujudkan visi ini harus jelas tujuan dan sasaran perusahaan yang hendak dicapai serta mengarahkan strategi untuk menyatukan gagasan strategis dalam rangka membangun komitmen seluruh karyawan.[1]
Visi merupakan gambaran tentang masa depan (future) yang realistik dan ingin diwujudkan dalam kurun waktu tertentu. Visi adalah pernyataan yang diucapkan atau ditulis hari ini, yang merupakan proses manajemen saat ini yang menjangkau masa yang akan datang (Akdon, 2006:94).
Visi juga dapat diartikan sebagai pandangan, keinginan, cita-cita, harapan, dan impian-impian tentang masa depan. Pernyataan visi ini mengisyaratkan mengenai tujuan puncak yang hendak dicapai oleh lembaga pendidikan atau sekolah. Visi biasanya memiliki kata-kata yang singkat, langsung, dan langsung menuju tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga pendidikan atau sekolah.[2]
Hax dan Majluf dalam Akdon (2006:95) menyatakan bahwa visi adalah pernyataan yang merupakan sarana untuk:
1.      Mengkomunikasikan alasan keberadaan organisasi dalam arti tujuan dan tugas pokok.
2.      Memperlihatkan framework hubungan antara organisasi dengan stakeholders (sumber daya manusia organisasi, konsumen/citizen, pihak lain yang terkait).
3.      Menyatakan sasaran utama kinerja organisasi dalam arti pertumbuhan dan perkembangan.
Pernyataan visi, baik yang tertulis atau diucapkan perlu ditafsirkan dengan baik, tidak mengandung multi makna sehingga dapat menjadi acuan yang mempersatukan semua pihak dalam sebuah organisasi (sekolah). Bagi sekolah Visi adalah imajinasi moral yang menggambarkan profil sekolah yang diinginkan di masa datang. Imajinasi ke depan seperti itu akan selalu diwarnai oleh peluang dan tantangan yang diyakini akan terjadi di masa datang. Dalam menentukan visi tersebut, sekolah harus memperhatikan perkembangan dan tantangan masa depan.
Di dalam praktik untuk menyamakan persepsi tentang visi ini ternyata tidak mudah meskipun sudah dinyatakan secara tertulis dan disosialisasikan kepada seluruh lapisan karyawan. Dengan demikian visi ini harus diingatkan kembali secara periodik.
1.2  Pengertian Misi
Misi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang harus dicapai organisasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan di masa datang (Akdon, 2006: 97). Pernyataan misi mencerminkan tentang penjelasan produk atau pelayanan yang ditawarkan. Pernyataan misi harus:
1.      Menunjukkan secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai oleh organisasi dan bidang kegiatan utama dari organisasi yang bersangkutan.
2.      Secara eksplisit mengandung apa yang harus dilakukan untuk mencapainya.
3.      Mengundang partisipasi masyarakat luas terhadap perkembangan bidang itama yang digeluti organisasi (Akdon, 2006:98).
Misi adalah suatu cara yang dilakukan untuk mewujudkan suatu visi tersebut. Misi dalam pendidikan seringkali diartikan sebagai sesuatu yang harus dilaksanakan dan berkaitan dengan visi pendidikan, atau bisa dikatakan bahwa misi itu memberikan arahan yang jelas, baik untuk masa sekarang maupun untuk masa yang akan datang.[3]

1.3  Pengertian Tujuan
Pandangan pertama tentang tujuan pendidikan diketengahkan oleh UNESCO. UNESCO mengemukakan pendidikan untuk semua tujuan (education for all). Menurut UNESCO, pada 2015 ada enam tujuan pendidikan yang disepakati secara internasional untuk memenuhi kebutuhan belajar semua anak, remaja, dan orang dewasa.
1.      memperluas dan meningkatkan perawatan dan pendidikan anak usia dini yang komprehensif, terutama bagi anak-anak yang paling rentan dan kurang beruntung.
2.      Memastikan bahwa menjelang tahun 2015, semua anak khususnya anak perempuan, anak-anak dalam keadaan sulit dan mereka termasuk etnik mitoritas, memiliki ekses ke pendidikan dasar lengkap, gratis, dan wajib dengan kualitas yang baik.
3.      Memastikan kebutuhan belajar semua anak muda dan orang dewasa terpenuhi melalui akses yang adil terhadap pembelajaran yang tepat dan program keterampilan hidup.
4.      Mencapai 50 persen perbaikan dalam tingkat keaksaraan dewasa menjelang tahun 2015 terutama bagi perempuan, dan akses yang adil pada pendidikan dasar dan berkelanjutan bagi semua orang dewasa.
5.      Menghapus disparitas gender dalam pendidikan dasar dan menengah pada 2005 dan mencapai kesetaraan gender dalam pendidikan pada 2015 dengan fokus jaminan bagi perempuan atas akses penuh dan sama pada prestasi dalam pendidikan dasar dengan kualitas yang baik.
6.      Meningkatkan semua aspek kualitas pendidikan dan memastikan keunggulan semua sehingga hasil pembelajaran yang diakui dan terukur dicapai oleh semua, terutama dalam keaksaraan, berhitung dan keterampilan hidup yang penting.[4]
Tujuan pendidikan menurut Johan Amos Comenius adalah untuk membuat persiapan yang berguna diakhirat nanti. Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang bersifat abstrak.
Menurut Danim (2011:40), secara tradisional tujuan utama pendidikan adalah transmisi pengetahuan atau proses membangun manusia menjadi berpendidikan. Transfer pengetahuan yang diperoleh dibangku sekolah atau di lembaga pelatihan ke dunia nyata adalah sesuatu yang terjadi secara alami sebagai konsekuensi dari kepemilikan pengetahuan oleh peserta didik atau siswa.
Selanjutnya secara akademik, Danim (2011: 41) mengemukakan bahwa pendidikan memiliki beberapa tujuan, sebagai berikut:
1.      Mengoptimalisasi potensi kognitif, afektif, dan psikomotor yang dimiliki oleh siswa.
2.      Mewariskan nila-nilai budaya dari generasi ke generasi untuk menghinari sebisa mungkin anak-anak tercabut dari akar budaya dan kehidupan berbangsa dan bernegara.
3.      Mengembangkan daya adaptabilitas siswa untuk menghadapi situasi masa depan yang terus berubah, baik intensitas maupun persyaratan yang diperlukan sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4.      Meningkatkan dan mengembangkan tanggung jawab moral siswa, berupa kemampuan untuk membedakan mana yang benar mana yang salah, dengan spirit atau keyakinan untuk memilih dan menegakkannya.
5.      Mendorong dan membantu siswa mengembangkan sikap bertanggung jawab terhadap kehidupan pribadi dan sosialnya, serta memberikan kontribusi dalam aneka bentuk secara leluasa kepada masyarakat.
6.      Mendorong dan membantu siswa memahami hubungan yang seimbang antara hukum dan kebebsan pribadi dan sosial.[5]
Penjabaran diatas merupakan pernyataan bahwa tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Penetapan tujuan pada umumnya didasarkan pada faktor-faktor kunci keberhasilan yang dilakukan setelah penetapan visi dan misi.
2.2    Merumuskan Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan
2.1     Merumuskan Visi
Bagi suatu organisasi visi memiliki peranan yang penting dalam menentukan arah kebijakan dan karakteristik organisasi tersebut. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan sebuah visi menurut Bryson (2001:213) antara lain:
1.      Visi harus dapat memberikan panduan/arahan dan motivasi.
2.      Visi harus desebarkan di kalangan anggota organisasi (stakeholder)
3.      Visi harus digunakan untuk menyebarluaskan keputusan dan tindakan organisasi yang penting.
Menurut Akdon (2006:96), terdapaat beberapa kriteri dalam merumuskan visi, antara lain:
1.      Visi bukanlah fakta, tetapi gambaran pandangan ideal masa depan yang ingin diwujudkan.
2.      Visi dapat memberikan arahan, mendorong anggota organisasi untuk menunjukkan kinerja yang baik.
3.      Dapat menimbulkan inspirasi dan siap menghadapi tantangan
4.      Menjembatani masa kini dan masa yang akan datang.
5.      Gambaran yang realistik dan kredibel dengan masa depan yang menarik.
6.      Sifatnya tidak statis dan tidak untuk selamanya.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, rumusan visi sekolah yang baik seharusnya memberikan isyarat:
1.      Visi sekolah berorientasi ke masa depan, untuk jangka waktu yang lama.
2.      Menunjukkan keyakinan masa depan yang jauh lebih baik, sesuai dengan norma dan harapan masyarakat.
3.      Visi sekolah harus mencerminkan standar keunggulan dan cita-cita yang ingin dicapai.
4.      Visi sekolah harus mencerminkan dorongan yang kuat akan tumbuhnya inspirasi, semangat dan komitmen bagi stakeholder.
5.      Mampu menjadi dasar dan mendorong terjadinya perubahan dan pengembangan sekolah ke arah yang lebih baik.
6.      Menjadi dasar perumusan misi dan tujuan sekolah.
7.      Dalam merumuskan visi harus disertai indikator pencapaian visi.

2.2     Merumuskan Misi
Misi merupakan tindakan atau upaya untuk mewujudkan visi. Jadi misi merupakan penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban, dan rancangan tindakan yang dijadikan arahan untuk mewujudkan visi. Dengan kata lain, misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya.
Ada beberapa kriteria dalam pembuatan misi, antara lain:
1.      Penjelasan tentang produk atau pelayanan yang ditawarkan yang sangat diperlukan oleh masyarakat.
2.      Harus jelas memiliki sasaran publik yang akan dilayani.
3.      Kualitas produk dan pelayanan yang ditawarkan memiliki daya saing yang meyakinkan masyarakat.
4.      Penjelasan aspirasi bisinis yang diinginkan pada masa mendatang juga bermanfaat dan keuntungannya bagi masyarakat dengan produk dan pelayanan yang tersedia (Akdon, 2006:99).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan misi sekolah antara lain:
1.      Pernyataan misi sekolah harus menunjukkan secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai oleh sekolah.
2.      Rumusan misi sekolah selalu dalam bentuk kalimat yang menunjukkan “tindakan” dan bukan kalimat yang menunjukkan “keadaan” sebagaimana pada rumusan visi.
3.      Satu indikator visi dapat dirumuskan lebih dari satu rumusan misi. Antara indikator visi dengan rumusan misi harus ada keterkaitan atau terdapat benang merahnya secara jelas.
4.      Misi sekolah menggambarkan tentang produk atau pelayanan yang akan diberikan pada masyarakat (siswa)
5.      Kualitas produk atau layanan yang ditawarkan harus memiliki daya saing yang tinggi, namun disesuaikan dengan kondisi sekolah.
2.3     Merumuskan Tujuan
Tujuan menggambarkan arahan yang jelas bagi sekolah. Perumusan tujuan akan strategi/perlakuan, arah kebijakan dan program suatu sekolah. Oleh karena itu perumusan tujuan harus memberikan ukuran lebih spesifik dan akuntabel. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan sekolah, antara lain:
1.                          Tujuan sekolah harus memberikan ukuran yang spesifik dan akuntabel (dapat diukur)
2.                          Tujuan sekolah merupakan penjabaran dari misi, oleh karena itu tujuan harus selaras dengan visi dan misi.
3.                          Tujuan sekolah menyatakan kegiatan khusus apa yang akan diselesaikan dan kapan diselesaikannya?
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, pemakalah mencoba memberi conto riil terhadap Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan.
A.     Visi Pascasarjana UIN Maliki Malang
Menjadi Program Pascasarjana terkemuka dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat, untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kapasitas intelektual, keahlian, dan kepribadian yang mencerminkan integritas keislaman dan keilmuan.


B.     Misi Pascasarjana UIN Maliki Malang
1.      Mengantarkan peserta didik kepada kekokohan aqidah dan kedalaman spiritual, keagungan akhlak, keluasan ilmu, dan kematangan profesional.
2.      Memberikan pelayanan akademik dan keilmuan untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan melalui riset dan pengkajian ilmu pengetahuan yang bercirikan Islam.
3.      Mengembangkan peserta didik untuk memiliki kecakapan intelektual, integritas kepribadian, dan keahlian yang selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4.      Menyiapkan peserta didik menjadi generasi yang berguna bagi masyarakat dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memecahkan persoalan kehidupan masyarakat.

C.     Tujuan Pascasarjana UIN Maliki Malang
Program Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang bertujuan menghasilkan ilmuan yang memiliki kemampuan:
1.      Mengembangkan ilmu pengetahuan dan menemukan konsep-konsep baru dalam bidang ilmu dan profesi yang ditekuni melalui proses pendidikan dan kegiatan akademik yang terorganisir, serta penelitian mandiri.
2.      Mengorganisasikan, melaksanakan, dan memimpin penelitian dalam bidang ilmu dan profesi yang ditekuni untuk melahirkan tradisi ilmiah berderajat tinggi dan bermanfaat bagi perubahan dan kemajuan masyarakat.
3.      Menerapkan pendekatan multidisipliner/interdisipliner dan integrasi Islam dengan ilmu pengetahuan dalam melaksanakan keahlian akademik dan profesional.[6]

BAB III
PENUTUP
2.3              Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Visi adalah gambaran realistis, rial dan menarik tentang masa depan perusahaan. Untuk mewujudkan visi ini harus jelas tujuan dan sasaran perusahaan yang hendak dicapai serta mengarahkan strategi untuk menyatukan gagasan strategis dalam rangka membangun komitmen seluruh karyawan. Misi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang harus dicapai organisasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan di masa datang (Akdon, 2006: 97). Pernyataan misi mencerminkan tentang penjelasan produk atau pelayanan yang ditawarkan. Sedangankan tujuan pendidikan menurut Johan Amos Comenius adalah untuk membuat persiapan yang berguna diakhirat nanti. Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang bersifat abstrak.
2.      merumuskan sebuah visi menurut Bryson (2001:213) antara lain:
1.      Visi harus dapat memberikan panduan/arahan dan motivasi.
2.      Visi harus desebarkan di kalangan anggota organisasi (stakeholder)
3.      Visi harus digunakan untuk menyebarluaskan keputusan dan tindakan organisasi yang penting.
Misi merupakan tindakan atau upaya untuk mewujudkan visi. Jadi misi merupakan penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban, dan rancangan tindakan yang dijadikan arahan untuk mewujudkan visi. Dengan kata lain, misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya. Tujuan pendidikan adalah menggambarkan arahan yang jelas bagi sekolah. Perumusan tujuan akan strategi/perlakuan, arah kebijakan dan program suatu sekolah. Oleh karena itu perumusan tujuan harus memberikan ukuran lebih spesifik dan akuntabel



[1]  Satmoko, SE dan Irmim Soejitno, Peran Strategis Manajer SDM (Jakarta: Seyma Media, 2005), hlm. 96.
[2] Aminatul Zahroh, Total Quality Management “teori & praktik manajemen untuk mendongkrak mutu pendidikan (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA. 2014), hlm 52

[3] Ibid, hlm 52
[4] Dr. Drs. Rulam Ahmadi, M.Pd, Pengantar Pendidikan “asas & filsafat pendidikan (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2014), hlm 42
[5] Ibid, hlm 45
[6] http://pasca.uin-malang.ac.id/visi-dan-misi-pps-uin/